Gambar 1 Skematik sederhana ohmmeter membuat sebuah ohmmeter.
Ohm meter adalah alat ukur hambatan listrik yang memiliki satuan ohm dan digunakan untuk mengetahui besar hambatan suatu konduktor (penghantar listrik). Ohm meter sendiri erat kaitannya dengan hukum ohm, hukum tersebut berbunyi:“ Bila hambatan tetap, maka arus dalam setiap rangkaian berbanding lurus dengan tegangan. Bila tegangan bertambah maka arus pun akan bertambah dan bila tegangan berkurang maka arus pun juga akan berkurang. Bila tegangan tetap, maka arus dalam rangkaian akan berbanding terbalik dengan hambatan. Bila hambatan bertambah maka arus akan berkurang dan bila hambatan berkurang maka arus akan bertambah.”
Rumus hukum ohm:
- I=V/R
- R=V/I
- V=I.R
dimana : I = arus (ampere)
R = hambatan/resistansi (ohm)
V = tegangan (volt)
Tidak seperti voltmeter, yang menggunakan tegangan eksternal (luar) untuk menghasilkan arus yang digunakan untuk membuat simpangan pada jarum PMMC, sebuah ohmmeter harus mempunyai sumber tegangan internal (biasanya sebuah baterai) untuk menghasilkan arus yang dibutuhkan untuk pengukuran.
Skematik dari ohmmter sederhana ditunjukkan pada gambar 1. Pada rangkaian gambar 1, kita dapat melihat bahwa tidak akan ada arus yang mengalir kecuali jika resistansi yang akan diukur, Rx, dihubungkan pada terminal ohmmeter yang terbuka. Ohmmeter didesain sehingga arus yang maksimum akan mengalir melewati meteran ketika resistansi yang terhubung dengan terminal ohmmeter adalah sama dengan nol (misalkan hubung singkat, Rx = 0).Penyekalaan dari tampilan ohmmeter dihitung berdasarkan pergerakan simpangan dari berbagai nilai resistansi yang diukur.
Karena kita ingin simpangan maksimum ketika terminal terhubung singkat, nilai Rs dihitung dengan cara yang sama seperti saat mendesain voltmeter, dihitung :
Rs = (E / Ifsd) – Rm
Rs = (E / Ifsd) – Rm
Jadi, saat resistansi yang diukur adalah minimum (R = 0), maka arusnya akan maksimum. Begitu juga sebaliknya, ketika resistansi yang dikur maksimum (R = ∞), arusnya akan minimum atau sama dengan nol. Skala dari sebuah ohmmeter ditunjukkan pada gambar 2. Karena arus adalah berbanding terbalik dengan resistansi suatu rangkaian, jadi skalanya tidak linier. Contoh berikut menunjukkan prinsip ini.
Contoh :Disain sebuah ohmmeter menggunakan sebuah baterai 9 V dan sebuah meteran PMMC yang memiliki Ifsd = 1 mA dan Rm = 2 kΩ. hitung nilai Rx ketika pergerakan simpangannya 25%, 50%, dan 75%.
Solusi :
Nilai dari resistansi serinya adalah :
Rs = (9V / 1 mA) – 2 kΩ = 7 kΩ
Rs = (9V / 1 mA) – 2 kΩ = 7 kΩ
Rangkaian jadinya ditunjukkan pada gambar 3(a).
Dengan menganalisa rangkaian seri, kita lihat bahwa saat Rx = 0 Ω, arusnya adalah Ifsd = 1 mA.
Pada simpangan 25%, arusnya adalah
I = (0.25) (1 mA) = 0.25 mA
Pada simpangan 25%, arusnya adalah
I = (0.25) (1 mA) = 0.25 mA
Dengan hukum Ohm, resistansi total dari rangkaian haruslah
RT = 9 V / 0.25 mA = 36 kΩ
RT = 9 V / 0.25 mA = 36 kΩ
Untuk rangkaian tersebut, hanya resistansi bebannya ,Rx, saja yang bisa berubah.
Nilainya dihitung :
Rx = RT – Rs – Rm = 36 kΩ – 7 kΩ – 2 kΩ = 27 kΩ
Nilainya dihitung :
Rx = RT – Rs – Rm = 36 kΩ – 7 kΩ – 2 kΩ = 27 kΩ
Dengan cara yang sama, pada saat simpangannya 50%, arus pada rangkaian I = 0.5 mA dan resistansi totalnya adalah RT = 18 kΩ.
Jadi, resistansi yang diukur harusnya adalah Rx = 9 kΩ.
Jadi, resistansi yang diukur harusnya adalah Rx = 9 kΩ.
Akhirnya, pada saat simpangan 75%, arus pada rangkaian akan menjadi I = 0.75 mA, resistansi totalnya menjadi 12 kΩ. Sehingga, untuk simpangan 75%, resistansi yang terukur Rx = 3 kΩ.
Skala dari ohmmeter ditunjukkan pada gambar 3(b).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar